UJI
AKTIVITAS SENYAWA AKTIF ALGA COKLAT (Sargassum fillipendulla) SEBAGAI
ANTIOKSIDAN PADA MINYAK IKAN LEMURU (Sardinella longiceps)
Daru agung p
20160240007
oseanografi
PENDAHULUAN
Latar belakang
Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan
mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk
mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat antioksidan bagi kesehatan dan
kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan
pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain. Dalam produk pangan, antioksidan
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan
kerusakan, seperti ketengikan, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik
lainnya.
Antioksidan yang paling umum digunakan adalah antioksidan
sintetik, seperti butylated hydroxyanisol
(BHA), butylated
hydroxytoluene (BHT),
tertbutylhydroquinone (TBHQ) dan propyl gallate (PG) (Heo et al., 2005;
Vadlapudi et al., 2012). Antioksidan sintetik bersifat karsinogenik dan dapat
menimbulkan kerusakan hati (Heo et al., 2005), sehingga permintaan terhadap
antioksidan alami terus mengalami
peningkatan. Ada berbagai sumber antioksidan alami dari laut, seperti rumput
laut (Heo et al., 2005; Cornish and Garbary, 2010; Sadati et al., 2011;
Vadlapudi et al., 2012), lamun (Santoso et al., 2012), mikroalga (Li et al., 2007),
sponge (Hanani et al., 2005; 2006) dan sebagainya.
Laut dihuni oleh berbagai jenis organisme patogen, oleh
karena itu rumput laut berusaha mengembangkan suatu mekanisme pertahanan diri
untuk melawan organisme patogen tersebut. Salah satu mekanisme yang umum adalah
dengan memproduksi senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap predator, di
antaranya adalah diproduksinya senyawa aktif yang bersifat sebagai antibakteri.
Senyawa aktif tersebut kemungkinan merupakan hasil produksi organisme inang
atau hasil produksi simbion yang bersimbiose dengan inang, atau hasil produksi
keduanya, inang, dan simbion.
Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor yang
potensial untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia merupakan negara eksportir
rumput laut terbesar kedua setelah Filipina. Namun, rumput laut masih banyak
yang diekspor dalam bentuk bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering. Alga
merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat
pesisir. Selain dapat digunakan sebagai bahan makanan, minuman dan obat-obatan,
beberapa hasil olahan alga seperti agar-agar, alginat dan karaginan merupakan
senyawa yang cukup penting dalam industri Hijaz (2009). Beberapa jenis rumput
laut mengandung mineral penting yang berguna untuk metabolisme tubuh seperti
iodin, kalsium dan selenium.
Rumput laut, terutama Phaeophyceae (Sargassum dan
Turbinaria) tersebar luas di perairan tropis, termasuk Indonesia (Aslan, 1991).
Spesies-spesies Sargassum sp. yang dikenal di Indonesia ada sekitar 12 spesies,
salah satunya adalah S. duplicatum. Turbinaria sp. yang ditemukan di Indonesia
ada 3 spesies dan salah satunya adalah T. ornata (Atmadja et al., 1996).
Sargassum sp. dan Turbinaria sp. Sering membentuk suatu komunitas alga
(Tjitrosoepomo, 2005).
Saat ini, Phaeophyceae (Sargassum sp. dan Turbinaria sp.)
belum dimanfaatkan secara optimal (Williams, 2007), padahal Phaeophyceae sangat
bermanfaat, misalnya di bidang kesehatan, mikrobiologi, enzimologi dan
ekotoksikologi (La Barre et al., 2010). Hasil ekstraksi Sargassum sp. dan
Turbinaria sp. adalah
alginat (Kusumawati, 2009)
dan produksinya masih diperoleh dari alam (Rachmat, 1999a;
Rasyid, 2003). Ekstrak Sargassum sp. juga berpotensi sebagai antioksidan.
Phaeophyceae menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi
diantara Rhodophyceae dan Chlorophyceae (Yangthong et al., 2009; Kelman et al.,
2012). Phaeophyceae di daerah
tropis memproduksi metabolit
sekunder lebih baik sebagai suatu sistem proteksi terhadap
radiasi sinar UV (ultra violet). Senyawa fenol dan turunannya diduga menjadi
komponen utama senyawa antioksidan yang dihasilkan oleh Phaeophyceae
(Budhiyanti et al., 2012). Demirel et al. (2009) menyebutkan bahwa senyawa fenol ini lebih efektif dibanding α-tokoferol
dan hampir sebanding dengan antioksidan sintetik seperti BHA dan BHT.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diteliti lebih lanjut besarnya total
kandungan senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) dalam Phaeophyceae.
Senyawa bioaktif hasil metabolisme sekunder dapat diperoleh
melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat menggunakan 3 jenis pelarut
dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat
(semipolar) dan etanol/metanol (polar). Perbedaan jenis pelarut ini akan
mempengaruhi karakteristik dari senyawa
bioaktif yang terdapat
pada S. duplicatum yang dimungkinkan memiliki aktivitas
sebagai antioksidan.
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak
esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau
berbeda-beda antara spesies yang satu sama yang lainnya. Fungsi metabolit
sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan.
Dalam proses pemurnian minyak ikan terdapat empat proses
yang dilalui, yang mana dalam proses tersebut melibatkan panas yang menjadi
faktor pemicu terjadinya oksidasi. Adanya proses oksidasi pada minyak akan
mampu menyebabkan kerusakan. Selain itu, oksidasi juga akan menimbulkan radikal
bebas yang bersifat berbahaya bagi kesehatan karena dapat merusak biomolekul
lainnya di dalam pangan dan tubuh (Purwanti, 2008). Antioksidan adalah senyawa
kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas,
sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Kuncahyo, 2007). Menurut
(Rohman, 2008), antioksidan sintetis memiliki efektifitas yang tinggi namun
kurang aman bagi kesehatan, sehingga pengunaannya diawasi secara ketat di
berbagai negara. Adanya kemampuan anti oksidan dalam menangkap radikal bebas
seperti yang dijelaskan di atas, maka diperlukan sebuah penelitian terhadap
kandungan antioksidan pada alga coklat Sargassum fillipendula khususnya pada
kandungan senyawa aktifnya mengingat alga coklat jenis ini belum banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu dengan penelitian uji aktivitas
senyawa aktif alga coklat pada minyak ikan lemuru nantinya dapat diketahui
kemampuannya dalam menghambat oksidasi.
Rumusan
masalah
·
Berapakah konsentrasi optimum dari senyawa
aktif Sargassum fillipendula yang harus diberikan sehingga mampu meghambat
terjadinya oksidasi pada minyak ikan lemuru?
·
Bagaimana pengaruh penambahan senyawa aktif
yang diberikan terhadap tingkat kerusakan minyak ikan lemuru?
Tujuan
·
Hasil penelitian ini diharapakan mampu
memberikan informasi dan pengetahuan baru kepada peneliti-peneliti selanjutnya
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam memanfaatkan alga coklat sebagai
antioksidan alami.
·
Secara umum, diharapkan hasil penelitian ini
nantinya dapat digunakan untuk menambah nilai guna dari alga coklat bagi
masyarakat, sehingga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia
dan alga coklat itu sendiri.
Tinjauan
Pustaka
Pengertian Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari
komponen-komponen campuran yang ada di dalam sampel di antara dua fase, yakni
fase diam (padat atau cair) dan fase gerak atau dapat juga diartikan sebagai
suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan pada perbedaan pola pergerakan yakni
antara fase gerak dan fase diam yang berguna untuk memisahkan komponen
(molekul) yang berada di dalam sampel. Secara umum, teknik kromatografi terbagi
ke dalam beberapa jenis yaitu: kromatografi kolom, kromatografi kertas
(partisi) dan kromatografi absorbs (lapis tipis).
Macam-Macam Kromatografi
Teknik pemisahan menggunakan metode kromatografi terdiri dari
beberapa macam, berikut ini disajikan beberapa macam teknik kromatografi
beserta penjelasannya:
1. Kromatografi
kertas
Kromatografi
kertas menggunakan fase diam kertas, yakni kandungan selulosa di dalamnya
sedangkan untuk fase gerak yang digunakan adalah pelarut atau campuran pelarut
yang sesuai. Kertas sebagai fase diam akan dicelupkan ke dalam sampel dan
pelarut, selanjutnya sampel dan pelarut berdasarkan gaya kapilaritas akan
terserap dan bergerak ke atas. Perbandingan jarak relative antara senyawa
(sampel dengan jarak pelarut dihitung sebagai nilai Rf. Aplikasi penggunaan
dari kromatografi kertas sendiri adalah untuk memisahkan diantaranya adalah
tinta, zat pewarna, senyawa tumbuhan seperti klorofil, make up dan berbagai zat
lainnya. Mekanisme kerja dari kromatografi kertas cukup sederhana, di
laboratorium kita sering melakukan percobaan menggunakan teknik kromatografi
kertas tersebut.
2. Kromatografi
lapis tipis
Kromatografi
lapis tipis biasanya menggunakan sebuah lempengan tipis yang terbalut gel
silica atau alumina. Silica atau alumina tersebut berfungsi sebagai fase diam.
Materi lain juga bisa digunakan sebagai fase diam asalkan mampu mengalami
pendarflour (fluorescence) dalam sinar ultra violet. Sementara untuk fase gerak
yang digunakan adalah pelarut atau campuran pelarut yang digunakan. Aplikasi
dari teknik pemisahan kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk mengetahui
jenis pada campuran asam amino tertentu. Ada beberapa interaksi yang terjadi,
diantaranya adalah pembentukan ikatan hydrogen, ikatan vander walls dan gaya
debye atau bisa juga berupa pembentukan senyawa kompleks.
3.
GLC (Gas Liquid Chromatography)
GLC merupakan salah satu jenis kromatografi
gas yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap.
Pada kromatografi ini, fase gerak yang digunakan adalah gas dan fasa diamnya
adalah zat cair. Aplikasi dari kromatografi gas misalnya digunakan untuk
menentukan komposisi kimia dari zat-zat yang tidak kita ketahui, seperti
misalnya senyawa berbeda dalam bensin. Waktu analisa menggunakan GLC cenderung
lebih lama. GLC menggunakan instrument yang lebih kompleks, beberapa instrument
penting dalam GLC adalah sebagai berikut:
ü Gas
pembawa, merupakan gas yang harus inert dengan sampel dan harus murni. Diantara
gas pembawa yang banyak digunakan adalah hydrogen, helium, nitrogen, dan argon.
ü Pengontrol
aliran.
ü Injector
atau tempat untuk menyuntikkan sampel.
ü Kolom.
ü Detector,
merupakan instrument yang berfungsi untuk sinyal analitik mennjadi sinyal
listrik.
ü Rekorder,
merupakan instrument yang akan merubah sinyal listrik menjadi sinyal mekanik
agar bisa dibaca dalam bentuk data.
4.
HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Teknik
pemisahan HPLC memiliki banyak keunggulan dibanding dengan kromatografi
lainnya, diantaranya adalah cepat dalam proses analisa, resolusi yang lebih
tinggi, sensitivitas detector yang lebih tinggi, kolom yang dipakai dapat
digunakan kembali, ideal, dan cocok untuk zat bermolekul besar dan berionik dan
mudah untuk rekoveri sampel. HPLC boleh dibilang sebagai teknik tercanggih
dalam metode kromatografi. HPLC juga menggunakan tekanan dan kecepatan yang
cukup tinggi sehingga mampu dihasilkan resolusi yang lebih baik.
Prinsip
Kerja Kromatografi Secara Umum:
Pemisahan
secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat
fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah:
1.
Kecenderungan molekul untul melarut dalam
cairan (kelarutan).
2.
Kecenderungan molekul untuk melekat pada
permukaan serbuk halus (adsorpsi, penserapan).
3.
Kecenderungan molekul untuk menguap atau
berubah ke keadaan uap (keatsirian). (Gritter dkk, 1991 dalam Putri Retno,
2013).
Prinsip
Kerja Kromatografi Secara Khusus:
1.
Pemisahan dengan kromatografi, sampel campuran
dilewatkan pada permukaan zat inert(zat yang tidak reaktif/tidak mudah bereaksi
secara kimia), seperti alumina, silica, atau kertas khusus.
2.
Kromatografi dapat terbentuk bila satu fasa
diam dan satu fasa gerak.
3.
Fasa diam biasanya berupada padatan maupun
cairan yang didukung padatan, misalnya zat inert.
4.
Fasa bergerak dapat berupa gas atau cairan,
sebab gas ataupun cairan tersebut akan bergerak bersama-sama sampel campuran
melewati fase diam (zat inertnya).
5.
Pemisahan dapat terjadi karena perbedaan daya
absorbsi zat-zat penyusun campuran dengan permukaan zat inert, atau perbedaan
kelarutan zat-zat penyusun campuran dalam fasa gerak, atau efek dari keduanya.
Classification:
Empire Eukaryota
Kingdom Chromista
Phylum Ochrophyta
Class
Phaeophyceae
Subclass
Fucophycidae
Order Fucales
Family
Sargassaceae
Genus Sargassum
Sargassum terdiri dari kurang lebih 400 spesies di dunia.
Spesies-spesies Sargassum sp. yang dikenal di Indonesia ada sekitar 12 spesies,
yaitu : S. duplicatum, S. histrix, S. echinocarpum, S. gracilimun, S.
obtusifolium, S. binderi, S. policystum, S. crassifolium, S. microphylum, S.
aquofilum, S. vulgare, dan S. polyceratium (Atmadja et al., 1996; Rachmat,
1999).
Ciri-ciri umum dari
Sargassum ini adalah
bentuk thallus umumnya silindris atau gepeng, cabangnya
rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daun melebar, oval, atau seperti
pedang, mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter, ukuran
panjang umumnya mencapai 3-7 meter, warna thallus umumnya coklat (Aslan, 1991).
Sargassum biasanya dicirikan oleh 3 sifat yaitu adanya pigmen coklat yang menutupi warna hijau, hasil fotosintesis
disimpan dalam bentuk laminaran dan algin serta adanya flagel (Dawes, 1981;
Tjitrosoepomo, 2005).
Sargassum tersebar luas di Indonesia, tumbuh di perairan
yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu, pada daerah
intertidal maupun subtidal (Aslan, 1991; Kadi, 2005). Zat yang dapat
diekstraksi dari Sargassum berupa alginat yaitu suatu garam dari asam alginik
yang mengandung ion sodium, kalsium
dan barium. Pada
umumnya Sargassum tumbuh
di daerah terumbu karang (coral reef) seperti di
Kepulauan Seribu, terutama di daerah rataan pasir (sand flat) (Aslan, 1991).
Sargassum sp. telah
banyak dimanfaatkan sebagai
bahan baku dalam bidang industri makanan, farmasi,
kosmetika, pakan, pupuk, tekstil, kertas, dan lain sebagainya. Hasil ekstraksi
Sargassum sp. berupa alginat banyak digunakan industri makanan untuk memperkuat
tekstur atau stabilitas dari produk olahan, seperti es krim, sari buah, pastel
isi, dan kue. Sargassum sp. juga telah dimanfaatkan di bidang farmasi dan
ternak (Tjitrosoepomo, 2005; Poncomulyo et al., 2006).
Metabolit Rumput Laut
Metabolit diklasifikasikan menjadi 2, yaitu metabolit primer
dan metabolit sekunder. Metabolit primer dibentuk dalam jumlah terbatas dan
digunakan untuk pertumbuhan dan kehidupan organisme (Nofiani, 2008). Metabolit
primer rumput laut adalah senyawa polisakarida hidrokoloid seperti karagenan,
agar dan alginat. Senyawa hidrokoloid tersebut telah digunakan dalam berbagai
industri, terutama industri makanan, kosmetik dan obat-obatan (Chapman, 1970;
Bhat et al., 2009). Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan oleh
organisme sebagai proteksi terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim atau dari
ancaman predator. Metabolit sekunder tidak digunakan untuk pertumbuhan dan
dibentuk dari metabolit primer pada kondisi stress (Nofiani, 2008; Bhat et al.,
2009). Metabolit sekunder biasanya dalam bentuk senyawa bioaktif.
Metabolit sekunder rumput laut merupakan senyawa bioaktif
yang terus dimanfaatkan dan dikembangkan di berbagai bidang. Seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, penerapan metode ekstraksi dapat digunakan
untuk mengisolasi metabolit sekunder dari rumput laut. Hal ini mendorong
meluasnya pemanfaatan metabolit sekunder rumput laut di bidang farmasi, seperti
antibakteri, antioksidan dan antikanker. Pada umumnya, rumput laut mengandung
senyawa fenol dan turunannya sebagai salah satu cara proteksi terhadap
lingkungan yang ekstrim (Meenakshi et al., 2009). Senyawa
fenol merupakan salah
satu sumber antioksidan
non-gizi (Winarsi, 2007). Rumput laut coklat (Sargassum sp.) mempunyai
aktivitas antioksidan, karena mampu menghambat peroksidasi lemak dan aktivitas
radikal bebas (Firdaus et al., 2009).
METODE
Metode Eksperimen
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah mengadakan kegiatan
percobaan untuk melihat suatu hasil. Hasil itu yang akan menegaskan bagaimana
kedudukan hubungan kausal antara variabel yang diselidiki (Surakhmad,
1998). Ditambahkan oleh Zulnaidi (2007),
metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan
hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh
variabel yang lain. Metode ini dilaksanakan dengan memberikan variabel bebas
secara sengaja (bersifat induse) kepada objek penelitian untuk diketahui
akibatnya didalam variabel terikat.
Uji DPPH
Pada uji DPPH ini digunakan metode Bloish dengan menggunakan lima variabel konsentrasi yaitu 0ppm (blanko), 25ppm, 50ppm, 100ppm dan 200ppm. Dari konsentrasi tersebut didapatkan rincian absorbansi seperti pada tabel diatas. Untuk mengetahui besarnya nilai IC 50 dari sampel maka sebelumnya dilakukan perhitungan %inhibisi dengan rumus :
Setelah data % inhibisi didapatkan maka berikutnya dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan nilai IC 50.
IC 50 merupakan besarnya konsentrasi larutan uji untuk
meredam 50% aktivitas radikal bebas. Nilai IC 50 dihitung dari persentase
penghambatan atau % inhibisi larutan ekstrak dengan menggunakan persamaan yang
diperoleh dari kurva regresi linier.
Uji Spektofotometri
UV-Vis
Spektofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia
analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan
cahaya. Menurut Huda (2001), prinsip kerja dari spektofotometer UVVis
didasarkan pada fenomena penyerapan sinar oleh spesi kimia tertentu di daerah
ultra violet dan sinar tampak (visible).
Uji UV-Vis dilakukan pada empat isolat hasil dari
kromatografi kolom yang didapatkan yaitu isolate dengan warna hijau, kuning
kehijauan, kuning dan orange. Pada proses UV-Vis ini digunakan sperktofotometer
jenis 1601 merk Shimadzu dengan panjang gelombang 400nm sampai 700 nm.
Uji GC-MS
Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode
yang mengkombinasikan kromatografi gas dan spektometri massa untuk
mengidentifikasi senyawa yang berbeda dalam analisis sampel. GC-MS terdiri dari
dua blok bangunan utama : kromatografi gas dan spektromater massa. Proses GC-MS
dilakukan dengan isolat warna orange dan isolat yang warna kuning kehijauan,
dengan menggunakan alat GC-MS tipe Shimadzu QP2010S. Fungsi dari kromatografi
gas adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis
senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif
senyawa dalam suatu campuran.
Uji Bilangan TBA
Uji ini berdasarkan atas terbentuknya pigmen berwarna merah
sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul
malonat dialdehida (Ketaren, 2005). Tujuan dilakukan uji TBA untuk mengetahui
adanya reaksi lebih lanjut pada lemak yang menyebabkan ketengikan. Lemak yang
tengik akan bereaksi dengan asam thiobartiturat menghasilkan warna merah. Intensitas warna merah menunjukkan derajat
ketengikan dari minyak tersebut. Makin besar angka TBA minyak maka makin tengik
(Sudarmadji et al, 1989). Prosedur analisis pengujian bilangan TBA dilakukan
sesuai dengan metode Sudarmadji et.,al (2003).
Uji Bilangan
Peroksida
Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau
kerusakan pada minyak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara), yang
meyebabkan bau/aroma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan dapat diketahui
dengan menentukan bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida maka
semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak.
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur
kadar peroksida dan hiperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi
lemak. Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan dibiarkan
kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada
tipe lemak dan kondisi penyimpanannya (Aminah, 2010).
Uji Angka IOD
Bilangan iodin menyatakan derajat ketidakjenuhan asam lemak
penyusun minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk
persenyawaan yang jenuh. Banyaknya iodium yang diikat menunjukkan banyaknya
ikatan rangkap dimana asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan
membentuk persenyawaan yang jenuh. Menurut Hidayati (2002) menyatakan bahwa, iodium
akan mengadisi ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh maupun dalam bentuk ester.
Bilangan iodium tergantung pada jumlah asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Semakin banyak jumlah asam lemak tidak jenuh dalam minyak semakin tinggi pula
bilangan iodium yang dikandung oleh minyak tersebut. Adanya ikatan rangkap pada
asam lemak tidak jenuh akan memudahkan terjadinya oksidasi di udara atau jika
ada air dan dipanaskan.
Hasil
dan Pembahasan
Uji DPPH
Hasil dari uji DPPH
ekstrak Sargassum fillipendula di dapatkan nilai IC50 untuk triplo 1 sebesar
81.14 ppm, triplo 2 sebesar 82.37 ppm, triplo 3 sebesar 80.31 ppm. Dari data
yang didapat dibuat rata-rata dan diperoleh nilai sebesar 81.28 ppm. Untuk
mendapatkan nilai IC50 sebelumnya harus dicari nilai %inhibisi yang nantinya
akan dimasukkan pada grafik untuk mendapatkan persamaan garis. Daya aktivitas
antioksidan pada skala 50-100 ppm berada pada golongan kuat.
Uji Spektrofotometri UV-Vis
Uji spektrofotometri
UV-Vis dilakukan pada 4 macam isolat, yaitu isolat hijau, isolat kuning
kehijauan, isolat kuning dan isolat orange. Untuk isolate hijau didapatkan 7
puncak yang berada pada abscis atau panjang gelombang 666nm, 609nm, 560nm,
533,5nm, 504nm, 472,5nm dan 408nm. Berdasarkan data panjang gelombang yang
didapatkan maka dapat diketahui bahwa senyawa yang teridentifikasi adalah jenis
klorofil-a,fukosantin, lycoxanthin dan karotenoid.
Menurut Sunarto (2008) menyatakan bahwa absorpsi maksimal
oleh klorofil a terjadi dalam dua berkas panjang gelombang, yang puncaknya pada
sekitar 430 dan 660 nm. Pigmen asesori memiliki absorpsi maksimal pada panjang
gelombang yang berbeda: klorofil b, yang terjadi pada Chlorophyta, puncaknya
pada sekitar 450 dan 645 nm untuk β-carotene memuncak pada kisaran 450-470 nm,
xantophyl yang secara luas tersebar di antara kelompok alga, puncaknya antara
480 dan 560 nm, phycobilins, seperti phycoerythrine mengabsopsi pada 540-560 nm
dan phycocyanins, 610–630 nm (terdapat pada Rhodophyta, Cryptomonads dan pada
Cyanobacteria).
Untuk isolat kuning kehijauan didapatkan hasil peak sebanyak
empat puncak yaitu pada panjang gelombang 696,5nm, 631,5nm, 448,5nm dan
427,5nm. Panjang gelombang 450-500nm teridentifikasi sebagai serapan
karotenoid. Sedangkan menurut Sunarto (2008) menyatakan bahwa pada panjang
gelombang 610-630 nm merupakan phycocyanins yang terdapat pula pada Rhodophyta,
Cryptomonads dan pada Cyanobacteria.
Untuk isolat kuning didapatkan dua peak yaitu pada panjang
gelombang 480,5nm dan 454nm. Pada panjang gelombang 450-500nm diidentifikasikan
sebagai serapan karotenoid. Selain itu menurut Sunarto (2008) menyatakan bahwa
pada klorofil b mengalami puncak pada panjang gelombang 450645 nm
Sedangkan pada isolate orange didapatkan dua peak pada
panjang gelombang 792nm dan 446.5nm. Menurut Sunarto (2008), menyatakan bahwa
panjang gelombang 400-700nm merupakan visible light yang mampu dideteksi oleh
indra penglihatan. Panjang gelombang 450-500nm teridentifikasi sebagai serapan
karotenoid. Hal ini didukung juga dengan Britton (1995) yang menyatakan bahwa
pada panjang gelombang 446nm merupakan anthexaxanthin yang juga merupakan
golongan dari karotenoid
Uji GC-MS (Gas Chromatography –Massa Spectrofotometer)
Pada proses GC-MS ini digunakan dua isolate yaitu isolat dan
kuning kehijauan. Pada isolat orange didapatkan 10 peak. Berdasarkan deteksi
mass spektrometri didapatkan 3 senyawa yang dominan yaitu Pentanone,
4-hydroxy-4-methyl (CAS) diaceton alcohol, Bis-(3,5,5-trimethylhexyl)ether dan
1,2-Benzenedicarboxyl acid serta senyawa lain yang diduga juga memiliki potensi
sebagai antioksidan yaitu senyawa
Phenol,2-(1,1-dimethyl)-4-(1,1,3,3-tetramethylbutyl).
Senyawa pertama yang
muncul adalah Pentanone, 4-hydroxy-4-methyl (CAS) diaceton alcohol dengan rumus
molekul MeCOCH2CMe2OH yang mempunyai berat molekul sebesar 116. Senyawa ini
muncul pada retention time 3,666 dengan luas area sebesar 51,20%. Pentanone,
4-hydroxy-4-methyl (CAS) diaceton alkohol merupakan senyawa bioaktif yang
terdapat pada jenis alga dan spons. Senyawa ini diduga sebagai senyawa
antibakteri.
Senyawa dominan kedua adalah Bis-(3,5,5-trimethylhexyl)ether
dengan berat molekul 270 dan memiliki luas area sebesar 11.32% serta muncul
pada retention time 19,642. Senyawa ini merupakan salah satu jenis senyawa
aromatik yang juga terkandung pada ekstrak nectar dari bunga jenis E.
atrorubens (Busse et al., 2010).
Senyawa dominan ketiga adalah 1,2-Benzenedicarboxyl acid
dengan berat molekul 330 dan memiliki luas area sebesar 11,59%. Senyawa ini
muncul pada retention time 27,001. Senyawa 1,2Benzenedicarboxyl acid atau
sesuai dengan IUPAC name sering disebut dengan Phthalic Acid merupakan asam
dikarboksilat aromatik. Phthalic Acid tidak berwarna dan berbetuk kristal padat
yang larut dalam alkohol dan air. Asam dikarboksilat mempunyai ikatan hydrogen
sesamanya dan dapat berikatan secara ikatan hydrogen dengan molekul air, serta
mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar. 1,2-Benzenedicarboxyl acid
merupakan senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan yang memiliki 6 gugus
cincin benzen yang bersifat aromatis.
Selain itu, berdasarkan hasil dari analisa GCMS didapatkan pula senyawa Phenol,2-(1,1dimethyl)-4-(1,1,3,3-tetramethylbutyl). Senyawa ini memiliki berat molekul sebesar 262 dan % area 5.04. Phenol,2-(1,1-dimethyl)-4-(1,1,3,3-tetramethylbutyl) merupakan senyawa aromatis yang masuk pada gugus fenol. Senyawa fenol telah dikenal sebagai antioksidan terhadap material organik yang telah teroksidasi.
Sedangkan pada isolat kuning kehijauan didapatkan 12 peak
yang terdeteksi dengan 3 senyawa yang dominan, yaitu
2-Pentanone,4-hydroxy-4-methyl (CAS) diacetone alcohol, 9-Eicosene, (E)-(CAS)
dan 1,2-Benzenedicarboxylic acid bis(2-ethylhexyl)ester (CAS) serta senyawa
lain yang diduga juga memiliki potensi sebagai antioksidan yaitu senyawa
Phenol,2-(1,1-dimethyl)-4-(1,1,3,3tetramethylbutyl) dan
Bis-(3,5,5-trimethylhexyl)ether.
Senyawa 2-Pentanone,4-hydroxy-4-methyl (CAS) diacetone
alcohol merupakan senyawa dominan pertama yang terdeteksi dengan mass
spektometri. Senyawa ini mempunyai rumus molekul MeCOCH2CMe2OH dan muncul pada
retention time 3,663. 2-Pentanone,4-hydroxy-4-methyl (CAS) diacetone alcohol
juga terdeteksi pada ekstrak orange Sargassum fillipendula. Adanya senyawa ini
pada kedua ekstrak membuktikan bahwa adanya sinergi dan kesamaan fungsi antar
keduanya.
Senyawa dominan kedua yang muncul pada retention time 16,258 adalah 9-Eicosene, (E)(CAS) dengan luas area sebesar 16,30%. Senyawa ini mempunyai berat molekul sebesar 280 dan rumus molekul Me(CH2)7CH CH(CH2)9Me. Berdasarkan spektrum massa senyawa ini identik dengan eikosana (C20H42). Berikut gambar 2 tentang struktur molekul eikosana.
Senyawa dominan ketiga yang muncul pada retention time 27,00
adalah 1,2Benzenedicarboxylic acid, bis(2-ethylhexyl)ester (CAS) dengan luas
area sebesar 18,66% dan berat molekulnya sebesar 390. 1,2-Benzenedicarboxylic
acid, bis(2-ethylhexyl)ester (CAS) mempunyai rumus molekul C24H38O4 dengan pola
pemenggalan dari spectrum massa sebanyak 2 kali yaitu pada pemenggalan gugus alkil
m/z 279 dan m/z 167. Menurut Silverstein (1991) dalam Swantara et,al (2007),
berdasarkan pemenggalan gugus alkil ini merupakan ciri khas dari ester
aromatik. Pemenggalan pada m/z 149 merupakan puncak kuat yang ada pada semua
ester asam ftalat. Adapun struktur molekul dari ,2-Benzenedicarboxylic acid,
bis(2-ethylhexyl)ester (CAS) dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada isolat kedua ini ditemukan juga gugus senyawa fenol
dengan jenis yang sama yaitu
Phenol,2-(1,1-dimethyl)-4-(1,1,3,3-tetramethylbutyl). Pada isolat kedua ini
senyawa Phenol,2-(1,1dimethyl)-4-(1,1,3,3-tetramethylbutyl) memiliki % area
sebesar 3.94%. Senyawa fenol telah dikenal sebagai antioksidan terhadap
material organik yang telah teroksidasi. Selain itu, terdapat senyawa yang sama
pula yaitu Bis-(3,5,5-trimethylhexyl)ether dengan berat molekul 270 dan
memiliki % area sebesar 4.53. Senyawa ini merupakan salah satu jenis senyawa
aromatik yang juga terkandung pada ekstrak nectar dari bunga jenis E.
atrorubens (Busse, et al, 2010). Diduga senyawa-senyawa aromatislah yang
berperan sebagai antioksidan.
Uji Bilangan TBA
Pada uji bilangan TBA
dilakukan dengan ketentuan 2 variabel yaitu konsentrasi (0%, 0,1%, 0,2% dan
0,3%) dan masa simpan (1, 5 dan 10 hai). Berdasarkan uji TBA yang dilakukan
terhadap minyak ikan lemuru dengan perlakuan masa simpan dan konsentrasi yang
berbeda maka didapatkan rata-rata antara 1.74 mg malonaldehid/kg minyak hingga
11.72 mg malonaldehid/kg minyak. Dari ANOVA dapat diketahui bahwa hubungan atau
interaksi antara masa simpan dan konsentrasi berpengaruh nyata terhadap
kualitas mintak ikan tersebut.
Adanya interaksi tersebut maka perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui pengaruhpengaruh sederhananya yang merupakan konsekuensi logis dari model percobaan faktorial dalam penelitian. Dengan tujuan untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih komprehensif. Uji lanjutan dilakukan dengan menggunakan uji Duncan. Analisa uji lanjut Duncan dilakukan secara manual dan disajikan sesuai dengan tabel berikut :
Berdasarkan tabel Duncan di atas, pada masa simpan 1 hari
didapatkan nilai terkecil yaitu sebesar 4.35 mg malonaldehid/kg minyak, untuk
masa simpan 5 hari mengalami penurunan menjadi 3.12 mg malonaldehid/kg minyak
dan untuk masa simpan 10 hari sebesar 1.74 mg malonaldehid/kg minyak. Hal ini
dikarenakan jumlah peroksida yang terbentuk masih kecil akibat dari reaksi
senyawa aktif yang ada pada Sargassum fillipendula, sehingga untuk diubah
menjadi malonaldehid juga terbatas dan menyebabkan jumlah kadar TBA menurun.
Uji Bilangan
Peroksida
Uji bilangan
peroksida juga dilakukan dengan dua variabel seperti uji bilangan TBA
sebelumnya. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar
peroksida dan hiperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak.
Berdasarkan hasil uji bilangan peroksida terhadap minyak ikan lemuru Sardinella
longiceps dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda dan masa simpan maka
didapatkan rata-rata antara 6.19 meq/kg sampai 47.51 meq/kg. Dari data tersebut
dilakukan perhitungan ragam ANOVA.
Berdasarkan tabel ANOVA tersebut dapat diketahui bahwa hubungan atau interaksi antara masa simpan dan konsentrasi berpengaruh nyata terhadap kualitas mintak ikan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan nilai F hitung yang lebih besar dibandingkan dengan F 5% yaitu 12.10 > 2.50. Adanya reaksi antara masa simpan dan konsentrasi yang diberikan maka harus dilakukan uji lanjutan yaitu uji Duncan. Berikut tabel uji Duncan dengan variabel pengaruh lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak ikan lemuru dapat dilihat pada tabel 2.
Berdasarkan tabel di atas pada variabel masa simpan pada
hari ke- 1 didapatkan nilai terkecil yaitu 18.6 meq/kg pada konsentrasi 0.3%.
Sedangkan pada hari ke-5 didapatkan nilai terkecil yaitu sebesar 6.19 meq/kg
pada konsentrasi 0.2%. Begitu juga pada hari ke-10 juga di dapatkan nilai
terkecil pada konsentrasi tersebut yaitu 15.94 meq/kg. Terjadinya penurunan
bilangan peroksida, ditentukan diduga karena ekstrak senyawa aktif yang ada
pada Sargassum fillependula dapat mencegah atau menghambat autooksidasi dari
lemak/minyak, sehingga asam lemak tidak jenuh pada minyak ikan lemuru tidak
dapat berikatan dengan radikal bebas.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jika perlakuan
konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata
bilangan peroksida pada minyak ikan lemuru. Pada tiap penambahan konsentrasi
terjadi penurunan rata-rata bilangan peroksida, hal ini disebabkan karena peran
dari senyawa aktif dari Sargassum fillipendula yang mampu menghambat laju
oksidasi dan bertindak sebagai antioksidan.
Tingginya rata-rata bilangan peroksida pada konsentrasi 0%
disebabkan karena pada sampel minyak ikan lemuru tersebut teroksidasi akibat
paparan dengan oksigen dan suhu. Tanpa adanya agent penghambat atau berupa
senyawa aktif dari Sargassum fillipendula tersebut menyebabkan minyak ikan
lemuru mudah teroksidasi, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Aminah (2010),
yang menyatakan bahwa peningkatan bilangan peroksida signifikan dengan
peningkatan suhu penyimpanan.
Uji Angka IOD
Bilangan iodin adalah jumlah gram iodin yang diserap dalam 1
gram minyak. Atom – atom karbon tidak jenuh dari asam lemak menyerap iodin
berdasarkan reaksi berikut : - CH = CH – + I2 – CHI – CHI-. Pada uji analisa
angka iod pada minyak ikan lemuru dengan perlakuan masa simpan dan konsentrasi,
didapatkan rata-rata nilainya dari 2.14% sampai 3.42%.
Dari data tersebut
dilakukan perhitungan ragam ANOVA. Berdasarkan tabel ANOVA tersebut dapat
diketahui jika nilai dari Fhitung Interaksi yaitu 5.107337 dan nilai dari F 5%
yaitu 2.508189. Dari nilai tersebut menandakan bahwa terjadi interaksi antara
masa simpan dan konsentrasi yang diberikan karena memberikan nilai beda nyata
pada F hitung > F 5%. Adanya interaksi tersebut sehingga perlu dilakukannya
uji lanjutan yaitu uji Duncan. berikut tabel uji Duncan terhadap interaksi lama
masa simpan dengan konsentrasi.
Berdasarkan tabel
diatas dapat diketahui jika pada H1 nilai tertinggi bilangan iod terdapat pada
konsentrasi 0.2%. Pada H5 nilai bilangan iod tertinggi juga terdapat pada
konsentrasi 0.2%. Begitu juga pada H10 nilai bilangan iod tertinggi terdapat
pada konsentrasi 0.2%. Terjadinya peningkatan bilangan iod ini dikarenakan
hydrogen peroksida yang terbentuk pada tahap propagansi tidak dapat bereaksi
dengan ikatan rangkap asam lemak tak jenuh, karena senyawa aktif yang ada
pada Sargassum fillipendula berperan sebagai antioksidan
yang dapat memecah rantai oksidatif dengan cara bereaksi dengan radikal bebas.
Sedangkan pada setiap perlakuan masa simpan dengan konsentrasi 0.3% bilangan
iod pada minyak ikan lemuru mengalami penurunan, dikarenakan senyawa aktif yang
terdapat pada Sargassum fillipendula telah melemah sehingga kurang mampu dalam
mencegah terbentuknya radikal bebas.
Menurut Hidayati (2002) menyatakan bahwa, iodium akan mengadisi ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh maupun dalam bentuk ester. Bilangan iodium tergantung pada jumlah asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Semakin banyak jumlah asam lemak tidak jenuh dalam minyak semakin tinggi pula bilangan iodium yang dikandung oleh minyak tersebut.
Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik untuk minyak ikan lemuru Sardinella
longiceps pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode De Garmo
Sullivan dan Canada (1984) Parameter uji yang digunakan dalam penelitian ini
adalah nilai TBA, bilangan peroksida dan bilangan iod yang merupakan penilaian
terhadap kualitas dari minyak ikan. Pada analisa De Garmo ini ranking pertama
pada parameter bilangan iod, ranking kedua pada parameter TBA dan terakhir pada
bilangan peroksida.
Berdasarkan dari uji De Garmo, diperoleh perlakuan terbaik
pertama yaitu pada penambahan konsentrasi ekstrak Sargasuum fillipendula
sebesar 0.2% dengan rincian angka iod sebesar 3.42%, bilangan peroksida sebesar
6.19 meq/kg dan nilai TBA sebesar 5.14 mg malonaldehid/kg minyak. Pada
konsentrasi ini dinilai sebagai konsentrasi optimum pada penambahan ekstrak
senyawa aktif pada minyak ikan lemuru.
Hal ini didukung pula oleh Permatasari (2011) yang
menyatakan bahwa besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat
berpengaruh pada laju oksidasi. Aktivitas antioksidan group fenolik sering
lenyap bahkan antioksidan tersebut justru menjadi prooksidan pada konsentrasi
tinggi. Pengaruh konsentrasi pada laju oksidadi dipengaruhi oleh struktur antioksidan,
kondisi dan sampel yang akan di uji.
Menurut Seafast (2012), sifat dari senyawa aromatik baik
benzen dan turunannya fenolik yang memiliki kesamaan yaitu menyukai reaksi
subtitusi (pergantian atom) yang menyebabkan keduanya mudah berikatan dengan
gugus kimia lainnya. Fenol sendiri juga dapat disubtitusi lagi dengan berbagai
macam gugus kimia. Sehingga menyebabkan fenol mempunyai berbagai jenis senyawa.
Sedangkan menurut Leiwakabessy (2001) menyatakan bahwa prinsip kerja gugus
fenol dan amina aromatik dalam mencegah terjadinya proses oksidasi dengan cara
senyawa antioksidan tersebut berinteraksi dengan radikal bebas yang terdapat di
dalam sistem atau dalam minyak ikan lemuru dan membentuk produk substrat non
radikal dan suatu radikal antioksidan. Jika radikal antioksidan yang dihasilkan
cukup stabil mencegah reaksi berikutnya, maka radikal antioksidan tersebut
tidak akan berperan sebagai inisiator dari berikutnya.
Rendemen
Hasil rendemen Sargassum fillipendula yang didapatkan untuk isolat kuning kehijauan yaitu sebesar 0.33% dan untuk isolat orange sebesar 0.46%. Hasil tersebut didapatkan dari rumus:
Rendemen yang didapatkan berasal dari 100 g sampel awal
Sargassum fillipendula dan telah mengalami pengurangan akibat dari proses atau
prosedur yang dilakukan. Adanya perbedaan rendemen yang didapatkan karena
adanya perbedaan kuantitas yang didapatkan pada saat proses kromatografi kolom.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian mengenai ekstrak senyawa aktif
Sargassum fillipendula sebagai antioksidan pada minyak ikan lemuru Sardinella
longiceps didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
- Ekstrak senyawa aktif Sargassum fillipendula diperoleh
aktivitas antiradikal bebas DPPH sebesar 81,281ppm.
- Senyawa aktif yang
ditambahkan pada proses pemurnian minyak ikan lemuru Sardinella longiceps dapat
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai TBA, bilangan Iod dan bilangan
Peroksida pada minyak tersebut
- Penambahan senyawa aktif dari Sargassum fillipendula dapat mencegah terjadinya kerusakan pada proses netralisasi minyak ikan lemuru dengan perlakuan terbaik atau konsentrasi optimum yaitu pada penambahan konsentrasi ekstrak Sargasuum fillipendula sebesar 0.2% dengan rincian angka iod sebesar 3.42%, bilangan peroksida sebesar 6.19 meq/kg dan nilai TBA sebesar 5.14 mg malonaldehid/kg minyak.
Komentar
Posting Komentar